4 Kasus keracunan lithium. Seorang pasien wanita usia 51 tahun dengan gangguan mental, gangguan bipolar, hipotiroid dan Parkinson. Kemudian diberikan resep lihium karbonat 150 mg/ kapsul namun terjadi kesalahan pasien diberikan lithum karbonat dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 300 mg/ kapsul. 4 Kelengkapan Resep Periksalah, apabila resep yang akan dikerjakan sudah lengkap dan benar meliputi : a. Nama dokter, alamat dokter, nomor surat ijin praktek b. Tempat dan tanggal resep ditulis c. Nama dan kekuatan obat, serta banyaknya obat yang diminta d. Bentuk sediaan yang dikehendaki e. Signatura/aturan pakai f. Paraf dokter g. Nama pasien h. Pemberianinformasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, yaitu : nama dokter, nomor surat izin praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep, nama obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, dan umur pasien. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi Artikata, ejaan, dan contoh penggunaan kata "resep" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Berikut ini makna dan tulisan kata resep yang benar: re·sep /resĂ©p/ n 1 keterangan dokter tt obat serta takarannya, yg harus dipakai oleh si sakit dan dapat ditukar dng obat di apotek; 2 keterangan tt bahan dan cara memasak obat (makanan); me·re Klasifikasiresep berdasarkan Bentuk Obat dibagi menjadi dua yaitu Resep Obat Jadi, yaitu Resep yang berisi sediaan obat jadi. dan Resep Racikan yaitu resep dengan pengubahan bentuk (diracik). 1. Resep Obat Jadi. 1. Obat jadi (Sediaan Tablet) JUMLAH TABLET. X= 10, L=50, XL=40, XLV=45, LX=60, C= 100, XC=90, CXX=120. a Takaran maksimum yang tercantum di dalam Farmakope Indonesia III berlaku untuk orang dewasa dan tidak boleh dilampaui (>100%) kecuali jika di belakang jumlh obat dibubuhi tanda seru dan atau tanda tangan dokter, bila ada obat yang bekerja searah (sinergis) dalam resep tersebut, maka dihitung menurut dosis maksimum berganda (dosis maksimum kombinasi). . - Dalam bahasa Indonesia, kita banyak mengenal istilah atau kalimat yang memiliki penulisan mirip, namun maknanya berbeda. Hal ini kemudian sering dikaitkan dengan kata baku dan tidak baku. Salah satu contohnya ialah kata permukiman dan antara keduanya, manakah penulisan yang benar? Pemukiman atau permukiman? Pemukiman atau permukiman? Dikutip dari buku Permukiman Kumuh di Indonesia dari Masa ke Masa 2019 oleh Luthfi Muta'ali dan Arif Rahman, permukiman berasal dari kata pemukim. Pengertian permukiman adalah segala bentukan, baik buatan maupun alami, yang digunakan sebagai tempat tinggal berikut dengan sarana dan juga Bagaimana Penulisan Terimakasih yang Benar? Sama seperti permukiman, kata pemukiman juga berasal dari kata pemukim. Hanya saja ditambah imbuhan -an di bagian akhirnya. Berdasarkan pembentukan katanya, pemukiman ialah aktivitas memukimkan, yakni tindakan untuk memukimkan seseorang di satu lokasi atau tempat tinggal tertentu. Jika melihat penjelasan di atas, menurutmu manakah penulisan yang benar?Pemukiman atau permukiman? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, baik kata pemukiman maupun permukiman, keduanya sama-sama merupakan bentuk baku. Dalam KBBI, disebutkan bahwa kata pemukiman artinya proses, cara, atau perbuatan memukimkan. Preskripsi dokter memerlukan ketepatan dosis obat yang diberikan dan pemilihan formula yang tepat pula. Calon dokter harus dapat memahami cara menentukan dosis obat dengan tepat dengan cara perhitungan yang benar dan harus memahami formula resep yang tepat digunakan untuk mewujudkan terapi rasional. DOSIS OBAT DALAM PRESKRIPSI Dosis tepat sangat dibutuhkan supaya efek dari obat optimal dan resiko efek samping sekecil mungkin. Besaran dosis terapi obat biasanya dicantumkan dalam rentangan/kisaran dosis, misalkan 250-500 mg. Rentangan dosis ini menunjukkan kadar obat yang aman yang dapat diberikan dalam praktek pengobatan. Bila dokter memberikan dosis di bawah/ di atas dosis rentangan, maka dapat memberikan efek yang merugikan bagi pasien dan dapat menimbulkan pertanyaan bagi apotek yang menerima resep tersebut. Dosis obat dalam preskripsi adalah besarnya dosisi per kali untuk pasien dan mungkin dalam sehari dapat diberikan beberapa kali sesuai dengan frekuensi pemberian yang tertulis di dalam resep. Penentuan dosis tersebut didapatkan darai dosis terapi dosis lazim yang tercantum dalam literatur. Untuk dosis anak biasanya dicantumkan dengan misalnya 20-40 mg/kg BB/hari. Sehingga perlua adnya penentuan dosis yang cermat bagi anak. Ada beberapa obat yang mencantumkan dosis hanya untuk orang dewasa, sehingga bila obat itu akan diberikan kepada anak maka perlu perhituanan dengan membandingkan dengan dosis dewasa, dengan menggunakan rumus misalkan R. Clark, R. Young, dl CARA MENGHITUNG DOSIS ANAK Ada beberapa cara dalam menghitung dosis anak. Untuk itu, dipilih yang dapat menunjukkan pengetrapan dosis individual. Untuk obat-obat yang mempunyai rentang terapi sempit, maka memerlukan ketelitian yang tinggi dalam menentukan dosis untuk anak. Contoh Hitunglah dosis Amoxycil in untuk anak berumur 4 tahun dengan BB 17 kg Diketahui Dosis Amoxycil in anak di bawah BB 20 kg adalah 20-40 mg/kg BB/ hari diberikan dalam dosis terbagi tiap 6-8 jam. Untuk dosis dewasa adalah 250-500 mg, diberikan tiap 6-8 jam. Perhitungan 1. Berdasarkan individual dengan ukuran fisik BB 17 X 20-40 mg = 340- 780 mg/hari Bila dipilih diberikan 3X sehari, maka dosis per kali pemberian = 113,33 – 226,67 mg 2. Berdasarkan dosis dewasa dengan rumus Clark 17/20 X 250-500 mg = 60,71 – 121,43 mg/kali 3. Berdasarkan dosis dewasa dengan rumus Young 4/16 x 250-500 mg = 62,5-125 mg/kali 4. Berdasarkan dosis dewasa dengan Tabel 5. Anak 4 tahun, BB 13,0-16,3 kg = 23% dosis dewasa = 57,5-115 mg/kali Hasil di atas menunjukkan bahwa cara perhitungan tersebut menghasilkan dosis yang berbeda. Dengan mempertimbangkan kondisi penyakit dan kondisi penderita, maka dokter dapat menentukan besarnya dosis per kali dan per hari dalam resepnya. Misalkan diputuskan memberikan amoxycil in per kali 125 mg Bila frekuensinya 3 kali sehari, maka dosis per hari adalah 375 mg. FORMULA RESEP Ada 3 formula dalam penulisan resep magistrlis, officinalis dan spesialistis. Faktor yang diperhatikan dalam penentuan jenis formula yang akan digunakan 1 ketepatan dosis, 2 stabilitas obat terjamin, 3 kepatuhan pasien, 4 kemudahan mendapatkan obat/sediaan, 5 harga terjangkau FORMULA MAGISTRALIS Formula ini dikenal dengan resep hal ini, dokter selain menuliskan bahan obat, juga bahan tambahan. Bahan tambahan yang ditambahkan tergantung dari sediaan yang di nginkan. Oleh karena itu, penting sekali diperhatikan sifat obat, interaksi farmasetik, macam bentuk sediaan dan macam bahan tambahan yang dapat digunakan serta pedoman penulisan resep magistralis. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam formula magistralis 1. Bahan obat, sedapat mungkin menggunakan bahan baku. Penggunaan sediaan jadi/paten tablet, sirup, dl sering menimbulkan masalah baik dalam pelayanan misalkan tidak dapat halus, tidak homogen, dan tidak stabil maupun kerasionalan terapi antara lain perubahan formula sediaan, perubahan bioaviabilitas obat, perubahan absorbsi, penurunan konsentrasi obat. Pencampuran bahan yang lebih dari satu macam harus dipertimbangkan adanya interaksi farmasetik dan farmakologi dan rasionalitas obat. 2. Bntuk sediaan yang dapat dipilih meliputi serbuk pulveres dan pulvis adspersorium, kapsul, larutan solusio, infusa, suspensi, unguenta, cream dan pasta. 3. Penentuan bahan tambahan corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen coloris, dan constituent/vehiculum. Contoh penyusunan resep formula magistralis 1. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2009 beralamat di JL. No. 1 Banda Aceh pada tanggal 15 maret 2011, menulis resep formula magistralis dengan bentuk sediaan pulveres puyer sebanyak 10 bungkus, setiap bungkus mengandung paracetamol 120 mg. Puyer ini diberikan kepada Sari 2 tahun, 12 kg dengan aturan pakaibila panas diberikan 3 X sehari, tiap kali satu bungkus KeteranganAmbilkan paracetamol 120 mg dan sacch lactis secukupnya, campur dan buatlah menurut aturan puyer sebanyak 10bungkus, masing-masing bungkus mengandung 120 mg paracetamol dan sacch lactis secukupnya. Tandailah bila panas dapat diberikan 3 X sehari 1 bungkus Keterangan Ambilkan paracetamol 1,2 g dan sacch lactis secukupnya, campur dan buatlah menurut aturan puyer sebanyak 10 bungkus. Tandailah bila panas dapat diberikan 3 X sehari 1 bungkus 2. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2009 beralamat di JL. No. 1 Banda Aceh pada tanggal 15 maret 2011, menulis resep formula magistralis dengan bentuk sediaan salep sebanyak 20 gram yang mengandung boric 5% serta menggunakan bahan dasar vaselin album. Salep ini diberikan kepada Tono 20 tahun dengan aturan pakaidiberikan 2 kali sehari, untuk obat luar Resep dengan formula ini berarti obat yang digunakan adalah obat generik dan tersedia dalan sediaan generik BPOM Depkes atau sediaan standar baku Formularium Indonesia. Dengan menggunakan formula ini, berarti dokter sudah tahu komposisi bahan aktif dan kegunaannya. Penulisan ini cepat dan sederhana serta harganya lebih murah. Contoh formula officinalis 1. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2009 beralamat di JL. No. 1 Banda Aceh pada tanggal 15 maret 2011, menulis resep dengan menggunakan obat batuk Potio nigra contra tussim, suatu formula standar dalam Formularium Indonesia dan diberikan kepada Bp. Tono dengan aturan pakaibila batuk dapat diminum 4 X sehari satu sendok makan, selama 10 hari Keterangan Dokter munggunakan formula standar dalam Formularium Indonesia. Komposisi obat tersebut Pot nigr. c. tuss. 300 ml Succus liquiritae 10 6 Sol anis 6 Aqua dest. Ad 300 ml Pemakaian 4-5 2. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2009 beralamat di JL. No. 1 Banda Aceh pada tanggal 15 maret 2011 menulis resep dengan menggunakan sediaaan generic berlogo salep mata Chlorampenicol 1% dan diberikan kepada Bp. Tono dengan aturan pakai 2 X sehari dioleskan pada mata kanan dan kiri, pagi dan sore Keterangan Dengan resep tersebut, dokter menggunakan formula standar dalam sediaan jadi generik berlogo. Komposisi obat tersebut Ungt. Ophth. Chlorampenicol 1%. Setiap gram salep mata mengandung 10 mg Chlorampenicol, berat tiap tube 5 gram FORMULA SPESIALISTIS Resep yang ditulis dengan formula ini adalah obat paten dari pabrik obat. Kadang pabrik obat membuat obat dengan berbagai sediaan, kekuatan, dan kombinasi obat. Bila penulisan resep ini kurang jelas atau tidak lengkap dapat mengakibatklan kesalahan dalam pelayanan di apotek. Contoh penulisan resep spesialistis 1. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2009 beralamat di JL. No. 1 Banda Aceh pada tanggal 15 maret2011, menulis resep dengan menggunakan sediaaan paten Al erin expektorant 120 ml dan diberikan kepada dengan aturan pakai3 X sehari 2 sendok teh volume cairan obat yang diminum adalah 10 ml. 2. Dokter Razi Maulana, SIP 087/2009 beralamat di JL. No. 1 Banda Aceh pada tanggal 15 maret 2011 menulis resep dengan menggunakan sediaaan paten kaplet Kalmoxicil in 500 mg sebanyak 20 biji dan diberikan kepada Bp. Tono dengan aturan pakai3 X sehari Keterangan Dengan resep tersebut, dokter menggunakan formula spesialistis dan menggunakan obat dengan anam paten. Bentuk sediaan sirup Komposisi Tiap kaplet Kalmoxicil in500 mg mengandung Amoxycil in trihidrat Selain sediaan tersebut, ada pula Kapsul 250mg, suspensi kering 125 mg/5 ml dengan kemasan botol 60 ml, suspensi kering 250 mg/5ml dengan kemasan botol 60 ml,injeksi serbuk1g/vial DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1976, Formularium Indonesia Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Depkes RI Anonim, 1989, Informatorium Obat Generik, Depkes RI, Jakarta Ansel, Introduction to Pharmaceutical Dosage dan Febiger, Philadelphia Gan, Sulistia, dan Terapi, edisi ke-4, FK-UI, Jakarta Osol, Ansel, 1975, Remingtons’s Pharmaceutical PEFARDI JATIM, Pendidikan Berkelanjutan Ilmu Farmasi Kedokteran, PEFARDI, Murnajati Lawang, jatim, 1 november 2002 Keterangan Dengan resep tersebut, dokter menggunakan formula spesialistis dan menggunakan obat dengan nama paten. Bentuk sediaan sirup Komposisi Tiap 5 ml sirup berisi Gliseril guaiakolat 50 mg Natrium sitrat 180 mg Difenhidramin HCl 12,5 mg Fenilpropanolamin HCl 12,5 mg Kemasan Botol volume 60 ml dan 120 ml Uploaded bydedesunardi 0% found this document useful 0 votes4K views1 pageDescriptionresepCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes4K views1 pageCara Penulisan Resep Narkotika Dan PsikotropikaUploaded bydedesunardi DescriptionresepFull descriptionJump to Page You are on page 1of 1Search inside document Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Abstrak Peresepan obat biasanya merupakan langkah terakhir dalam konsultasi pasien dan dokter. Obat yang diresepkan oleh dokter harus memenuhi kriteria peresepan obat yang rasional. Peresepan obat yang rasional memenuhi langkah proses pengambilan keputusan yang logis mulai dari pengumpulan data pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Dari situ dokter akan membuat hipotesis atau diagnosis kerja yang selanjutnya akan menuntun dia untuk menentukan langkah terapi yang diambil termasuk obat-obat yang akan diberikan ke pasien. Algoritma ini, sayangnya, tidak selalu terjadi dengan baik, sehingga terjadilah peresepan obat yang irasional. Penyebab hal ini multifaktor faktor dokter, faktor pasien dan juga faktor-faktor yang lebih tinggi misalnya aturan dan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia di suatu wilayah atau negara. Atas latar belakang ini, World Health Organization WHO sejak tahun 90an telah memperkenalkan sistem pembelajaran yang dikembangkan terutama untuk mahasiswa kedokteran yaitu Guide to Good Prescribing. Makalah ini mendiskusikan latar-belakang dan isi metode Guide to Good Prescribing. Abstract Prescription is usually the last step on patient-doctor consultation setting. Prescription writing must fulfill a rational prescription's writing criteria. A rational prescription starts with collecting patients' data through anamnesis, physical and laboratory examinations, and other additional assessments. Afterwards, the doctor will construct a hypothesis or working diagnosis which guides him/her select the therapeutic options including medicines that should be given to the patient. This algorithm, unfortunately, has not been always followed which brings to irrational prescribing. The underlying causes of the irrational prescribing are multifactorial, among others doctor's factors, patient's factors or even comes from higher levels such as regulation and health service system available at the given district or country. Since 90s WHO has been introducing a Guide to Good Prescribing concept aimed for medical students. This article discusses the background and content of the Good Guide to Prescribing. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1Pedoman WHO tentang Penulisan Resep yang Baik sebagai BagianPenggunaan Obat yang RasionalAbraham SimatupangBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaAbstrakPeresepan obat biasanya merupakan langkah terakhir dalam konsultasi pasien dan dokter. Obat yangdiresepkan oleh dokter harus memenuhi kriteria peresepan obat yang rasional. Peresepan obat yangrasional memenuhi langkah proses pengambilan keputusan yang logis mulai dari pengumpulan datapasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Darisitu dokter akan membuat hipotesis atau diagnosis kerja yang selanjutnya akan menuntun dia untukmenentukan langkah terapi yang diambil termasuk obat-obat yang akan diberikan ke pasien. Algoritmaini, sayangnya, tidak selalu terjadi dengan baik, sehingga terjadilah peresepan obat yang hal ini multifaktor faktor dokter, faktor pasien dan juga faktor-faktor yang lebih tinggimisalnya aturan dan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia di suatu wilayah atau negara. Atas latarbelakang ini, World Health Organization WHO sejak tahun 90an telah memperkenalkan sistempembelajaran yang dikembangkan terutama untuk mahasiswa kedokteran yaitu Guide to GoodPrescribing. Makalah ini mendiskusikan latar-belakang dan isi metode Guide to Good kunci peresepan rasional, pendidikan kedokteran, farmakoterapiWHO-Guide to Good Prescribing as Part of Rational Drug UseAbstractPrescription is usually the last step on patient-doctor consultation setting. Prescription writing mustfulfill a rational prescription’s writing criteria. A rational prescription starts with collecting patients’data through anamnesis, physical and laboratory examinations, and other additional the doctor will construct a hypothesis or working diagnosis which guides him/her selectthe therapeutic options including medicines that should be given to the patient. This algorithm,unfortunately, has not been always followed which brings to irrational prescribing. The underlyingcauses of the irrational prescribing are multifactorial, among others doctor’s factors, patient’s factorsor even comes from higher levels such as regulation and health service system available at the givendistrict or country. Since 90s WHO has been introducing a Guide to Good Prescribing concept aimedfor medical students. This article discusses the background and content of the Good Guide rational prescribing, medical education, pharmacotherapy 2PendahuluanKesalahan terapi medication errors sering terjadi di praktek umum maupunrumah sakit. Kesalahan yang terjadi bisa karena peresepan yang salah, dan itu terjadikarena kesalahan dalam proses pengambilan Setiap langkah mulaipengumpulan data pasien anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaanpenunjang lainnya berperan penting untuk pemilihan obat dan akhirnya penulisanresep. Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulitdibaca merupakan faktor yang bisa meningkatkan kesalahan Faktor yangmempengaruhi pola penulisan resep seorang dokter, biasanya diperoleh saatmenempuh pendidikan di tingkat/fase akhir pendidikan dokter umum obat yang ditujukan untuk mengobati penyakit atau kumpulan gejalasindroma merupakan salah satu langkah penting dalam pengobatan. Pengobatan,seperti halnya penelitian yang baik dimulai dari penetapan masalah, membuathipotesis, pengujian hipotesis dan verifikasi hasil. Diagnosis yang tepat berdasarkankumpulan gejala yang tampak dan menetapkan tujuan terapi kemudian dipilihtindakan atau terapi yang paling tepat, efektif dan aman. Setelah pilihan ditentukandan pasien harus mendapat penjelasan tentang pilihan tersebut. Selanjutnyatindakan/terapi dapat dimulai dan hasilnya harus dipantau serta diverifikasi apakahtelah sesuai dengan tujuan terapi. Apabila hasil menunjukkan perbaikan atau sesuaidengan tujuan terapi maka terapi bisa diteruskan atau kalau tidak berhasil dihentikan,terapi perlu dikaji terapi yang runtut dan rasional perlu dipelajari oleh setiap calon dokter dansuatu saat menjadi kebiasaan bagi mereka bila telah menjadi dokter. Bahkan dokterpun harus selalu disegarkan kembali ingatannya tentang peresepan yang RasionalDi kalangan kedokteran istilah terapi rasional seringkali ditanggapi secara “sinis”,karena terapi yang rasional seakan-akan susah diterapkan dalam praktek, karenameskipun telah begitu banyak upaya dilakukan diberbagai bidang, baik pendidikandokter dan spesialis, hukum dan etika kedokteran mediko-legal, sistem asuransi,namun tetap saja angka kesalahan medis medical error tetap tinggi, bahkan semakinmeningkat. Seperti dijelaskan oleh Prof. dr. Iwan Darmansyah 2010 sedikitnya ada enam faktor yangmempengaruhi pola penggunaan obat atau terapi yang rasional yaitu, 1. Pengaturanobat regulasi, law enforcement, 2. Pendidikan formal dan informal, 3. Pengaruhindustri obat iklan, insentif, dll., 4. Informasi/prescribing information, 5. Sistempelayanan kesehatan asuransi, jaminan kesehatan, dll., 6. Sosio-kultural hubungandokter-pasien yang cenderung patrilinia, tidak kritis, dll.. Keenam faktor tersebutsaling terkait satu sama lain, shingga tidak mudah membuat praktik terapi danpengobatan yang irasional menjadi rasional. Makalah ini khusus membahas faktoryang terkait dengan pendidikan formal, terutama melalui pendekatan yang dianjurkanoleh WHO lewat buku pedoman terapi Guide to good prescribing.9 3Siklus Terapi Rasional1. Tetapkanmasalahpasien2. Tentukantujuanterapi3. Telitikecocokanterapi-P4. Mulaipengobatan5. Penjelasantentang obat, carapakai, peringatan6. PantauhentikanpengobatanGambar 1. Siklus Terapi Rasional 9Menetapkan Masalah PasienKeluhan yang disampaikan pasien harus digali lebih dalam saat yang baik sangat membantu penegakan diagnosis yang tepat setelahditambah data pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaanpenunjang lain. Bila masalah jelas maka diagnosis kerja menjadi lebih mudah,karena bila diagnosis sudah ditegakkan, maka tujuan terapi lebih mudah anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap akan membantu membangun hipotesisberdasarkan patofisiologi penyakit. Dengan mengenal patofisiologi dapat diusahakanuntuk mengembalikan ke keadaan fisiologis melalui pilihan terapi yang Tujuan TerapiBila diagnosis kerja dapat ditegakkan maka tujuan terapi pun dapat dibuatdengan tegas, karena dari sinilah ditentukan apa yang diharapkan bila terapi diberikanpada pasien. Contoh di bawah ini memberikan gambaran tentang tujuan usia 4 tahun dan agak kurang gizi menderita diare encer tanpa muntah selamatiga hari. Ia tidak kencing selama 24 jam. Pada pemeriksaan tidak ditemukan demamsuhu 36,8 oC, nadi teraba cepat dan turgor terapi rehidrasi untuk mencegah semakin parahnya dehidrasiPasien 19 th mengeluh nyeri tenggorok. Selain tenggorok yang agak merah,tidak ditemukan kelainan lain. Setelah sedikit ragu, ia memberitahukan sudahterlambat haid selama 3 bulan. Pemeriksaan fisik menunjukkan ia hamil tiga terapi Konseling kehamilanCatatan mungkin vitamin untuk kehamilan, antibiotik dan obat-obat lain tidakdianjurkan bila tidak perlu trimester kehamilan!. 4Pasien 3Tuan P umur 40 tahun, mengeluh sering pusing dan berkunang-kunang. Tekanandarah 140/95 mmHg, Nadi 80 x/menit. Paru, jantung, hati dan ginjaldalam batasnormal, dan Body Mass Index BMI 27Diagnosis kerja hipertensi esensial grade terapi Mencegah end-organ failure dengan menurunkan tekanan darahmendekati optimalMeneliti Kecocokan Terapi-Pribadi personal therapyDari keadaan pasien dipilih rangkaian terapi-P yang paling cocok agar tujuanterapi tercapai dengan mempertimbangkan efektifitas, keamanan, kecocokan danbiaya. Bila Pasien-3 diambil sebagai contoh, maka pengaturan diet dan upayapenurunan berat badan bisa dianjurkan meskipun tetap diperlukan terapi dengan obatanti hipertensi yang tersedia saat pemilihan terapi-PDalam pemilihan dan pengambilan keputusan tentang terapi non-obat maupunobat harus dipertimbangkan faktor kemanjuran efficacy, keamanan safety,kecocokan suitability dan biaya cost. Terapi non-obat yang biasanya dipikirkandan dianjurkan kepada pasien menyangkut perubahan gaya hidup life style termasukperubahan pola makan mengurangi asupan karbohidrat, lemak atau protein,perubahan pola minum mengurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok,meningkatkan kegiatan olahraga, dst. Upaya terapi terhadap berbagai kondisipenyakit dapat dilihat dari sumber yang menyajikan hasil penelitian meta-analisis atausystematic-reviews evidence-based medicine/EBM.10,11Langkah pemilihan Obat-Pribadi personal drugsLangkah itu dapat dimulai dengan contoh kasus di bawah pengobatanDalam menentukan tujuan pengobatan patofisiologi penyakit perlu diketahui danmenjadi dasar untuk pengobatan non-farmakologik maupun farmakologik. Sebagaicontoh dari kasus di atas dengan diagnosis kerja angina pektoris maka bisa di telusurihal sebagai berikut misalnya etiologi angina pektoris yaitu arteriosklerosis parsialpembuluh koroner, tujuan mengatasi serangan secepatnya dan hal itu merupakanstrategi untuk meningkatkan pasokan O2, menurunkan kebutuhan O2miokard sebagai‱Tuan P umur 60 tahun, beberapa bulan ini mengeluh nyeri dada yangdisertai sesak nafas yang timbul bila melakukan kegiatan fisik dan hilangbila berhenti. Sejak 4 tahun berhenti merokok. Ayah dan saudara lelakimeninggal karena serangan jantung. Tidak pernah minum aspirin selainuntuk nyeri.‱Pada auskultasi bising di atas a. karotis kanan dan a. femoralis darah 130/86 mmHg, Nadi 78/mnt, teratur, berat badan normal.‱Diagnosis angina pektoris î„ș Patofisiologi! î„ș tujuan pengobatanObatnya apa? 5akibat dari penurunan beban hulu preload, kontraktilitas, frekuensi deyut jantung,atau beban hilir afterload.Maka senyawa farmakologis yang bisa memenuhi tujuan tersebut adalah 1 Nitratorganik, 2 Penghambat reseptor beta, 3Penyekat kanal kalsiumTabel 1. Tempat kerja obat anti angina pektorisBeban hulupreloadKontraktilitas Frek denyutjantung Beban hilirafterloadNitrat ++ - - ++Penghambat reseptorbeta+++ ++ ++PenyekatkanalCalsium+++ ++ ++Selanjutnya dibandingkan ketiga kelompok obat tersebut dalam hal kemanjuran,keamanan, kecocokan dan biaya Lihat Tabel 2.Tabel 2. Perbandingan ketiga kelompok obat anti angina pektorisKemanjuran Keamanan Kecocokan BiayaNitratorganik Farmakodinamikvasodilatasi perifer ESO sakit kepala,flushing, takikardiasementaraKI gagal jantung, hipotensi,tek tinggi intrakranial +FarmakokinetikMetab. Lintaspertama. Absorpsidi saluran cernabervariasiBentuk sediaan yg efeknyacepat injeksi, tab sublingual,semprot mulutBeta-blocker FarmakodinamikMe kontraktilitasjantungESO hipotensi, gagaljantung kongestif,bradikardia sinusKI hipotensi, gagal jantungkongestif, bradikardia, bronkialePeny. RaynaudDM+Farmakokinetikmenembus sawardarah otakMemicu serangan asma,dingin tangan dan kaki,hipoglikemia, impotensiBentuk sediaan cepat injeksiPenyekatkanalCalsiumFarmakodinamikvasodil koroner,Vasodil periferafterloadTakikardia, pusing,wajah memerah,hipotensi, gagal jantungkongestif, bradikardiaBentuk sediaan yg efeknyacepat injeksi, ++Dari perbandingan di atas disepakati bahwa kelompok obat yang terpilih adalahgolongan nitrat organik, dan selanjutnya kita perbandingkan masing-masing obat digolongan ini dapat dilihat dari DOEN, ISO, MIMS atau Formularium yang tersediaLihat Tabel 3. 6Tabel 3. Perbandingan antar Obat dalam Kelompok Nitrat OrganikKemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya RpGliseril trinitratKapsul oral 2,5 mgTapel kulit 5 mgCatatan atsiri0,5-7 jam1-24 jamTak ada perbedaan Tak adaperbedaan1810Isosorbid dinitratTab sublingual 5 mgTab oral 10 mgTab oral retard 20-40 mg2-30 menit0,5-4 jam0,5-10 jam100-150180-210368-400IsosorbidmononitratTab oral 20 mgTab oral/kapsulretard0,5-4 jam 350-550836Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa untuk kondisi pasien itu tampaknya isosorbiddinitrat yang paling cocok, maka akhirnya pilihan obat-P jatuh pada isosorbid pemilihan obat-P dapat dirangkum sebagai berikutTabel 4. Rangkuman Pemilihan Obat-P kasus pasien dengan angina pektorisI. Tetapkan diagnosis Angina pektoris stabil yg disebabkan oleh penyumbatan parsial Tetapkan tujuan terapi Atasi serangan sesegera mungkin. Kurangi kebutuhan miokard akanoksigen dengan menurunkan beban hulu, kontraktilitas, frekuensidenyut atau beban hilirIII. Susun daftar kelompokobat yang manjur‱Gol. Nitrat‱Beta-bloker‱Penyekat kanalCalsiumyang manjur berdasarkankriteria Kemanjuran Keamanan Kecocokan BiayaGol. Nitrat organik + ± ++ +Beta-bloker + ± - -Penyekat kanal Calsium + ± - -V. Pilih Obat-P Kemanjuran Keamanan Kecocokan BiayaGliseril trinitrat tablet + ± + +Isosorbid dinitrat tabletsemprot + ± + ±Isosorbid mononitrat tablet + ± + ±VI. Kesimpulan‱Zat aktif, bentuksediaan Isosorbid dinitrat, tablet sublingual 5 mg‱Jadwal dosis 1 tab. Kalau perlu, dapat diulang setelah 1-3 menit bila nyeri menetap‱Lama pengobatan Sesuai dengan rencana tindak lanjut 7Tampaknya langkah yang ditempuh cukup lama, namun bila hal ini dibiasakan ketikasedang kepaniteraan atau pun residensi/internship maka kita pun akan terbiasamelakukan proses di atas dengan mudah dan cepat. Sehingga setiap saat daftar obat-Pkita akan semakin bertambah sejalan dengan kasus-kasus yang semakin sering pengobatanSetelah sampai pada kesimpulan dan keputusan tentang obat yang paling cocokuntuk pasien dan kasus yang kita hadapi, maka langkah berikut adalah memulaipengobatan dengan menuliskan resep yang merupakan suatu “instruksi” kepadaapoteker untuk menyediakan/menyiapkan obat yang dibutuhkan tadi. Dalam matarantai pengobatan rasional, pasien pun berhak mendapatkan informasi dari apotekerdan perawat atau petugas kesehatan yang bertanggung-jawab untuk hal itu tentangobat, dosis, cara penggunaan, efek samping, 2. Contoh penulisan resep. Bandingkan antara Resep A dan Resep BPenjelasan Tentang Obat, Cara Pakai, PeringatanSetelah resep ditulis, kita harus menjelaskan tentang berbagai hal kepada pasien yaitu1. Efek obat Efek utama obat yang menjadi dasar pilihan kita untuk mengatasipermasalahan/diagnosis perlu dijelaskan kepada pasien, misalnya gejalademam dan pusing akan berkurang atau hilang. 82. Efek samping Demikian pula efek samping yang mungkin muncul akibatmenggunakan obat. Namun perlu bijaksana, agar pasien tidak justru menjaditakut karenanya, yang penting pasien tahu dan bisa mengantisipasi bila efeksamping itu muncul, misalnya hipoglikemia akibat obat anti diabetes,mengantuk akibat anti-histamin, dll3. Instruksi Pasien harus jelas tentang saat minum obat, cara minum obat,misalnya obat diminum 3 kali pagi, siang dan malam, sesudah/sebelummakan, dengan cukup air, dst., cara menyimpannya, apa yang harus dilakukanbila ada masalah dst. Antibiotika misalnya harus diminum sampai habis sesuaidengan jumlah yang diresepkan, sedangkan beberapa obat digunakan hanyabila diperlukan saja. Ada obat yang diminum secara bertahap dengan dosisberangsur-angsur naik dan setelah itu berangsur-angsur turun kortikosteroid.4. Peringatan terkait dengan efek samping, misalnya tidak boleh mengemudi danmenjalankan mesin karena efek kantuk Kunjungan berikutnya jadwal kunjungan berikutnya ke dokter untuk evaluasidan monitor terapi.6. Sudah jelaskah semuanya? Pasien perlu ditanya apakah semua informasi yangdiberikan telah dimengerti dengan baik. Pasien bisa diminta untuk mengulangsegenap informasi yang telah hentikan pengobatanManjurkah pengobatan Anda?a. Ya, dan pasien sembuh Hentikan pengobatanb. Ya, tapi belum selesai Adakah efek samping serius?î€čTidak pengobatan dapat dilanjutkanî€čYa Pertimbangkan kembali dosis atau pilihan obatc. Tidak dan pasien belum sembuh Teliti ulang semua langkahî€čDiagnosis tepat?î€čTujuan pengobatan benar?î€čObat-P cocok untuk pasien ini?î€čObat diresepkan dengan benar?î€čInstruksi kepada pasien benar?î€čApakah efek dipantau dengan benar?Sumber Referensi Untuk Obat dan PengobatanKetika kita menyusun dan mengembangkan terapi-P dan obat-P, dibutuhkan banyakinformasi tentang penyakit, obat dan pengobatannya. Informasi ini harus didapatkandari sumber yang dapat dipercaya, apalagi saat ini sudah berkembang kedokteranberbasis bukti evidence-based medicine/EBM.10, 111. Buku, Obat Esensial Nasional 2008 bisa diunduh Buku teks farmakologi & terapi Goodman & Gilman Thepharmacological basis of therapeutics, Katzung, Laurence & BennetClinical Pharmacology, Farmakologi dan Terapi FK UI, teks sesuai bidang ilmu kedokteran Harrison’s principles of internalmedicine, Nelson’s untuk penyakit anak, dll. Nasional, Institusional/RS, British National FormularyBNF, Informasi Spesialite Obat – Indonesia ISO. Terapi dari organisasi profesi, nasional, internasional, WHO2. Jurnal kedokteran, beberapa bisa diunduh secara gratis dari situs webBritish Medical Journal BMJ, New England Journal of Medicine NEJM,the Lancet, Journal of American Medical Association JAMA, MajalahKedokteran Indonesia MKI, Jurnal-jurnal nasional yang terakreditasi, Website, situs web saat ini telah menjadi gerbang menuju pusat informasi danilmu kedokteran yang paling cepat berkembang. Bahan-bahan berupa jurnal,pedoman, kebijakan tentang obat tersedia di situs web. Bahan tersebut banyakdalam bentuk PDF dan bisa di unduh. Beberapa situs web yang pentingberkaitan dengan obat dan pengobatan Food & Drug Administration dan Scripts/cder/DrugsatFDA/ Good Administration Australia Uni-Eropa Effectiveness Review Program Collaboration guidelines Kedokteran berbasis bukti Evidence-based medicine/EBMGambar 3. Piramida tingkatan kepercayaanakan bukti10SystematicreviewRCT’sCohort studiesCase s eriesCase reportsEditorials & OpinionsLab studies & Animal researc h‱Evidence based medicine is theconscientious, explicit, and judicioususe of current best evidence inmaking decisions aboutthe care ofindividual patients.‱The practice of evidencebasedmedicine means integratingindividual clinical expertise withthebest available external clinicalevidence from systematicresearchSackett DL et al. Evidence basedmedicine What it is and what it isn' BMJ 1996; 312 dari 10Salah satu dasar pengobatan rasional adalah penggunaan bukti ilmiah yang sahihvalid dan ini didapatkan lewat penelitian yang dirancang secara efektifitas obat dilakukan lewat uji klinik clinical trial. Standardtertinggi uji klinik adalah uji klinik tersamar Randomised clinical trials/RCTs.Dalam RCT obat bisa dibandingkan dengan plasebo, atau “head-to-head” dengan obat“kompetitor”.Sedangkan opini para ahli memiliki tingkatan bukti “terendah”.10 Uji laboratoriumpada sel, organ dan binatang sering disebut juga uji pre-klinik, sebagai saringanpertama calon obat dari segi toksisitas, farmakokinetik, dan farmakodinamikmekanisme kerja obat. Systematic reviews atau meta-analisis adalah studi yangdilakukan terhadap kumpulan RCT dengan tujuan utama mendapatkan pemahamanyang komprehensif tentang suatu obat atau pengobatan terhadap berbagai meta analisis tentang perlu-tidaknya penurunan tekanan darah yang lebihprogresif dalam menurunkan angka kejadian serangan jantung dan for blood pressure targets lower than 140/90 mmHg is notbeneficialHigh blood pressure BP is linked to an increased risk of heart attackand stroke. High BP has been defined as any number larger than 140to 160/90 to 100 mmHg and as results this range of BPs has becomethe standard blood pressure target for physicians and patients. Overthe last five years a trend towards lower targets has beenrecommended by hypertension experts who set treatment trend is based on the assumption that the use of drugs to bringthe BP lower than 140/90 mmHg will reduce heart attack and strokesimilar to that seen in some population studies. However, thisapproach is not review was performed to find assess all trials designed to answerwhether lower blood pressure targets are better than standard bloodpressure targets. Data from 7 trials in over 22,000 people wereanalyzed. Using more drugs in the lower target groups did achievemodestly lower blood pressures. However, this strategy did notprolong survival or reduce stroke, heart attack, heart failure orkidney failure. More trials are needed, but at present, there is noevidence to support aiming for a blood pressure lower than 140/90mmHg in any hypertensive patient. 11Gambar 4. Meta-analisis tentang perlu-tidaknya penurunan TD lebih progresif untukpenurunan insidens PJK maupun stroke diunduh dari dari WHODalam website WHO tertulis“Rational use of medicines requires that "patients receive medications appropriate totheir clinical needs, in doses that meet their own individual requirements, for anadequate period of time, and at the lowest cost to them and their community".Sumber rational_use/en/ lanjut WHO menyarankan 12 intervensi kunci yang dapat meningkatkanpemakaian obat secara rasional1. Pembentukan badan multi-disiplin di tingkat nasional yang mengkordinasikebijakan penggunaan obat2. Penggunaan pedoman klinik clinical guidelines3. Pembuatan daftar obat esensial nasional DOEN4. Pembentukan Komite Obat/Farmasi dan Terapi KFT di wilayah dan rumahsakit5. Memasukkan pembelajaran farmakoterapi model belajar-berbasis masalahproblem-based learning/PBL di pendidikan dokter6. Pendidikan medik berkelanjutan sebagai syarat pengajuan/perpanjangan ijinpraktek7. Supervisi, audit dan umpan-balik terhadap pola penggunaan obat8. Menggunakan sumber informasi yang mandiri/independen tentang obat9. Pendidikan tentang obat kepada masyarakat. Masyarakat perlu dicerdaskandalam hal obat dan pengobatan melalui pendidikan formal maupun masa baik media tulis maupun elektronik bisa menjadi wahana yangampuh untuk tujuan ini. Hal ini perlu dilakukan untuk mengimbangi informasiobat dan pengobatan yang berlebihan dari perusahaan farmasi atau pun mediayang tidak independen. Informasi obat dan pengobatan dapat ditulis dandikemas oleh para wartawan yang memahami atau mendalami isu tersebut,tentu akan lebih baik bila ditulis oleh para dokter dan Menghindari insentif finansial dari produsen farmasi yang berlebihan. Isu inimemang isu yang sensitif, mengingat insentif finansial selama ini telahmenjadi salah satu ”motor penggerak” industri obat dan pengobatan. Adasemacam ”simbiose mutualistik” antara industri farmasi dan penyelenggarapelayanan kesehatan dokter, apotek, rumah sakit/klinik, laboratorium. Untukmenekan kecenderungan ini, telah ada peraturan etika yang di atur dalamKesepakatan Bersama Etika Promosi Obat yang ditanda-tangani oleh IkatanDokter Indonesia IDI dan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia tanggal11 Juni 2007 Penggunaan dan pelaksanaan kebijakan obat yang konsisten. Organisasiprofesi kedokteran, Kementerian Kesehatan dan Badan POM disertaimonitoring serta pengawasan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat,lembaga konsumen atau pemerhati di bidang kesehatan harus saling bahu-membahu untuk menjaga mutu pelayanan obat dan Kecukupan anggaran pemerintah dalam menjamin ketersediaan staf dan obat. 12Peningkatan pemahaman dan praktek penggunaan obat yang rasional melaluipendidikan bisa ditempuh melalui berbagai strategi yaitu a di tingkat pendidikandokter, residensi/kepaniteraan dan internship juga ketika pendidikan spesialisasi,Gommans, 2008; Coombes 2008 b metode pembelajaran dengan problem-basedlearning dibantu dengan komputer computer-based training, c insentif danpenegakan kebijakan dan hukum law enforcement.10, 12-16Daftar Pustaka1. Lewis PJ, Dornan T, Taylor D, Tully MP, Wass V, Ashcroft DM. Prevalence, Incidence and Natureof Prescribing Errors in Hospital Inpatients. A systematic Review. Drug Safety 2009; 32 5 Patel H, Bell D, Molokhia M, Srishanmuganathan J, Patel M, Car J, Majeed A. Trends in hospitaladmissions for adverse drug reactions in England analysis of national hospital episode statistics1998–2005. BMC Clin Pharmacol 2007; 7 Velo GP; Minuz P. Medication errors prescribing faults and prescription errors. Br J ClinPharmacol 2009; 67 6 Pearson SA, Rolfe I, Smith T. Factors influencing prescribing an intern’s perspective. MedicalEducat 2002;36781– Oshikoya KA, Senbanjo IO, Amole OO. Interns' knowledge of clinical pharmacology andtherapeutics after undergraduate and on-going internship training in Nigeria a pilot study. BMCMedical Education 2009, 9 50 diunduh dari pada tanggal 20 Maret Coombes ID, Mitchell CA, Stowasser DA. Safe medication practice attitudes of medical studentsabout to begin their intern year. Medical Educat 2008; 42427– Heaton A, Webb DJ, Maxwell SRJ. Undergraduate preparation for prescribing the views of2413UK medical students and recent graduates. Br J Clin Pharmacol 2008; 66 1 128– Garjani A, Salimnejad M, Shamsmohamadi M, Baghchevan V, Vahidi RG, Maleki-Dijazi N,Rezazadeh H. Effect of interactive group discussion among physicians to promote rationalprescribing. Eastern Mediterranean Health J. 2009; 152 de Vries TPGM, Henning RH, Hogerzeil HV, Fresle DA. Guide to Good Prescribing. 1994,Geneva. D, Wopat R, Muench J, Hartung DM. Show me the evidence the ethical aspects ofpharmaceutical marketing, evidence-based medicine, and rational prescribing. JEMH 2009 April-Sept. suppl DL, Rosenberg WM, Gray JA, Haynes RB, Richardson WS. Evidence based medicine whatit is and what it isn't. Editorial. BMJ 1996; 312 71-2. Diunduh dari A. Proses Keputusan Terapi dan Masalah dalam Pemakaian Obat. Cermin DuniaKedokteran 1992; 78 I, van Wilgenburg H. Computer-based skills training in rational drug Proc 2002; 3 1 P, Garner S. Professional education on antimicrobial prescribing a report from the SpecialistAdvisory Committee on antimicrobial Resistance SACAR professional education subgroup. JAntimicrob Chemother 2007; 60, Suppl. A. Pengembangan Modul HIV & AIDS bagi Mahasiswa Kedokteran denganMetode Belajar-Berbasis Masalah. J Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia,2007; 2 3 J, McIntosh P, Bee S, Allan W. Improving the quality of written prescriptions in ageneral hospital the influence of 10 years of serial audits and targeted interventions. InternalMedicine J, 2008; 38 243–48. ... After a good history taking and physical examination, laboratory examination data and other supports can help establish the diagnosis Simatupang, 2010. Until now, there have been no studies examining a mixture of various variables consisting of history, physical examination, and investigations to predict the incidence of colon carcinoma. ...Background Colon cancer, a colorectal cancer, is the third most common epithelial malignancy in the world. Family history, bloody stool, palpable mass, anemia, and abdominal MSCT are symptoms and signs of colon To determine the relationship between the 5 variables and the incidence of colon carcinoma at Dr. Kariadi Hospital, Semarang in a Cross-sectional observational analytical study using medical record RM and complementary primary data. The inclusion criteria werethe complete medical record, and clinical diagnosis of suspected colon carcinoma. Data obtained from the department of Anatomy Pathology/PA 11,794PA results were traced to the medical record section 46 patients with suspected colon carcinoma. The incomplete data were confirmed by contacting the patient/family, obtaining the archive in the laboratory and radiology resulting in 27 patients meeting the inclusion criteria. Analysis was done using chi-square test, Spearman-Kendall bivariate correlation, and logistic Abdominal MSCT was moderately associated with colon carcinoma p = r = while family history, bloody stool, palpable mass, and anemia were not associated with colon cancer. Analysis between predictors of outcome Bloody stool was moderately associated with anemia p = r = and anemia was weakly associated MSCT p = r = Abdominal MSCT was the predictive factor for colon carcinoma p = Abdominal MSCT was found to be associated with the incidence of colon carcinoma. Bloody stool was associated with anemia, and anemia was associated with abdominal MSCT. MSCT was the predictive factor for colon cancer.... Penambahan biaya pengobatan, kemungkinan timbul efek samping obat yang semakin tinggi dan akibat dari interaksi obat yang dapat menghambat mutu pelayanan Nurul, 2016. Peresepan obat yang ditulis harus memenuhi kriteria peresepan obat yang rasional atau penggunaan obat secara rasional Simatupang, 2012.Beberapa kriteria penggunaan obat rasional antara lain tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat memilih obat, tepat dosis, tepat pemberian obat, tepat lama pemberian obat, tepat pasien Kemenkes, 2011. ...Dwi Puspita Ekasari Dwi HastutiExcessive and inappropriate use of antibiotics in some cases can cause antibiotic resistance problems, increase treatment costs, and side effects of antibiotics. To prevent the emergence of antibiotic resistance, it is necessary to rationalize the administration of antibiotics. The purpose of this study was to determine the rationality of prescribing antibiotics at the Telkomedika Health Center Clinic in the period October-December 2020. This study used a descriptive observational method. Retrospective data collection used 160 samples of prescriptions and medical records of patients with a diagnosis of bacterial infection and a prescription for antibiotics. The data were analyzed descriptively based on rationality of prescribing including the right diagnosis, the right indication, the right choice of drug and the right dose, the right way of administering the drug, the right duration of drug administration, the right patient with theguidelines Drug Information Handbook, then calculated in percentage form and presented in tabular form. Research results The rationale for prescribing antibiotics to patients at the Telkomedika Health Center Clinic in Yogyakarta for the period October - December 2020 is 100% Correct Diagnosis, 100% Correct Indication, 100% Correct Selection of Drugs, 100% Correct Dosage, 100% Correct Method of Drug Administration, 100% Correct Duration of Drug Administration. These results indicate that the prescription screening conducted at the Telkomedika Health Center Clinic in Yogyakarta has been carried out very well and according to the quality standards that have been set. Keywords rationality, antibiotics, prescribing... After a good history taking and physical examination, laboratory examination data and other supports can help establish the diagnosis Simatupang, 2010. Until now, there have been no studies examining a mixture of various variables consisting of history, physical examination, and investigations to predict the incidence of colon carcinoma. ...... After a good history taking and physical examination, laboratory examination data and other supports can help establish the diagnosis Simatupang, 2010. Until now, there have been no studies examining a mixture of various variables consisting of history, physical examination, and investigations to predict the incidence of colon carcinoma. ...Ricat Hinaywan MalikWinartoSelamat Budijitno Yan Wisnu PrajokoBackground Colon cancer, a colorectal cancer, is the third most common epithelial malignancy in the world. Family history, bloody stool, palpable mass, anemia, and abdominal MSCT are symptoms and signs of colon carcinoma. Objective To determine the relationship between the 5 variables and the incidence of colon carcinoma at Dr. Kariadi Hospital, Semarang in 2016. Methods a Cross-sectional observational analytical study using medical record RM and complementary primary data. The inclusion criteria were the complete medical record, and clinical diagnosis of suspected colon carcinoma. Data obtained from the department of Anatomy Pathology/PA 11,794PA results were traced to the medical record section 46 patients with suspected colon carcinoma. The incomplete data were confirmed by contacting the patient/family, obtaining the archive in the laboratory and radiology resulting in 27 patients meeting the inclusion criteria. Analysis was done using chi-square test, Spearman-Kendall bivariate correlation, and logistic regression. Results Abdominal MSCT was moderately associated with colon carcinoma p = r = while family history, bloody stool, palpable mass, and anemia were not associated with colon cancer. Analysis between predictors of outcome Bloody stool was moderately associated with anemia p = r = and anemia was weakly associated MSCT p = r = Abdominal MSCT was the predictive factor for colon carcinoma p = Conclusion Abdominal MSCT was found to be associated with the incidence of colon carcinoma. Bloody stool was associated with anemia, and anemia was associated with abdominal MSCT. MSCT was the predictive factor for colon cancer.... Diharapkan mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah pasien meliputi kondisi pasien menetapkan tujuan terapi dan memilih obat yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. 12 Pemahaman ini mempersiapkan mahasiswa menghadapi pasien DM tipe 2 dengan berbagai kondisi di fasilitas kesehatan sebagai dokter. Berbagai kondisi pasien yang di jumpai di fasilitas kesehatan antara lain DM tipe 2 dengan atau tanpa komplikasi, DM yang disertai gangguan ginjal, gangguan hati, osteoporosis, gangguan paru, jantung maupun DM pada kehamilan, laktasi atau geriatrik atau adanya interaksi obat. ...Trully Deti Rose SitorusKuswinarti KuswinartiIstriati IstriatiBackground Medical education in Indonesia has been using Problem Based Learning curriculum. Meanwhile, the patient management ability evaluation showed the lowest result among all evaluation in Ujian Kompentensi Mahasiswa Program Pendidikan Dokter UKMPPD. Truwinis Interdigital Method TIM has been developed to improve student ability in choosing the appropriate drug and prescribing for Diabetes Mellitus type 2. The purpose of this research is to compare the effectiveness of TIM toward Conventional Method CM. Methods This research used cross-sectional design. The subject is 82 student who attend Clinical Skill Laboratory of Endocrine and Metabolism System of Faculty Medicine of Universitas Padjadjaran. The subject is divided into two groups, Group I CM control, Group II TIM Intervention. TIM consist of e-learning and audiovisual material. Parameters in this research were ability of choosing appropriate drugs test and Objective Skill Clinical Examination OSCE. The data is analyzed statistically. Results The data showed homogenousity in both groups p>0,05. The average test score for CM group was 25,11 ± 10,84 and for TIM group was 80,06 ± 14,19. This was statistically significant p < 0,0001. The average test score of OSCE for CM group was 39,63 11,73 and for TIM group was 62,74 ±14 ,07. This was also statistically significant pAndi Josep HutahaeanHeny KurniasariKezia Tabita PangaribuanSkin disease is a disorder that is limited or dominant on the surface of the skin and can be treated in various ways, including topical or oral routes. Some conditions are caused by bacteria, viruses, fungi, parasites or allergic reactions. This study aims to determine the profile of skin drug prescribing at Kimia Farma Kratini Pematangsiantar Pharmacy in June 2022 based on patient characteristics, route of administration, dosage form and variations of the mixture, using retrospective data and descriptive data presentation. The results of this study indicate that from 97 samples of prescriptions in June 2022, most of them were in adult patients with the most route of drug administration being topical the most dosage form being cream and variations of the mixture. while for non-concoction it is based on the total frequency of the number of drugs 342.Nisa FebrinasariAbdur RosyidLeny AngelinaRational drug use RDU is an indicator to evaluates a treatment given to patients, like proper medication, precise diagnosis, precise dosing. Community Health Center CHC has the risk of irrational drug use. In this study, researchers selected N and BL CHC, aiming to evaluate the prescribing indicators based on three diseases which are non-pneumonia acute respiratory infection ARI, non-specific diarrhea and myalgia, and the facility indicators with DOEN list of essential national medicines availability and 20 mandatory drugs. This research was a descriptive-analytical study with cross-sectional methods where the data retrieval of the prescribing is taken from January to December 2018. The study used the normality test and homogeneity test before independent sample T-test, from the third outcome of the test, the N and BL CHC could be said to differ significantly of RDU. It can be concluded that rational drug use is reviewed from a prescribing indicator based on disease and facility indicator. The results of RDU are rational in N CHC, in contrast with BL CHC which is not rational with the results of the RDU in N CHC is and BL CHC is The results of N CHC is better than BL CHC, which both CHCs have fulfilled the target of the government, for 68% in 2018. In both CHCs for the facility indicator, there are a DOEN and 20 essential medicines. Abraham SimatupangBuku ini merupakan buku referensi terkait model pembelajaran farmakoterapi dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran yaitu kurikulum-berbasis-kompetensi KBK, problem-based learning PBL, student-centred learning SCL. Metode Farmakoterapi Integratif diberikan bagi mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani kepaniteraan. Tujuan capaian pembelajaran adalah agar mahasiswa dapat menulis resep yang baik menurut dasr-dasar Guide-to-good-prescrining dari WHO. Di buku ini juga dijelaskan metode asesmen yaitu Objective Structured Pharmacotherapy Examination OSPE.A sound knowledge of pathophysiology of a disease and clinical pharmacology and therapeutics CPT of a drug is required for safe and rational prescribing. The aim of this study was therefore to assess how adequately the undergraduate CPT teaching had prepared interns in Nigeria for safe and rational prescribing and retrospectively, to know how they wanted the undergraduate curriculum to be modified so as to improve appropriate prescribing. The effect of internship training on the prescribing ability of the interns was also sought. A total of 100 interns were randomly selected from the Lagos State University Teaching Hospital LASUTH, Ikeja; Lagos University Teaching Hospital LUTH, Idiaraba; General Hospital Lagos GHL; the EKO Hospital, Ikeja; and Havana Specialist Hospital, Surulere. A structured questionnaire was the instrument of study. The questionnaire sought information about the demographics of the interns, their undergraduate CPT teaching, experience of adverse drug reactions ADRs and drug interactions since starting work, confidence in drug usage and, in retrospect; any perceived deficiencies in their undergraduate CPT teaching. The response rate was 81%. All the respondents graduated from universities in Nigeria. The ability of the interns to prescribe rationally 66, and safely 47, 58% was provided by undergraduate CPT teaching. Forty two respondents had problems with prescription writing. The interns would likely prescribe antibiotics 71, nonsteroidal analgesics 66, diuretics 55, sedatives 52, and insulin and oral hypoglycaemics 43, 53% with confidence and unsupervised. The higher the numbers of clinical rotations done, the more confident were the respondents to prescribe unsupervised chi2 = P < Similarly, respondents who had rotated through the four major clinical rotations and at least a special posting chi2 = P < or four major clinical rotations only chi2 = P < were significantly more confident to prescribe drugs unsupervised. Undergraduate CPT teaching in Nigeria appears to be deficient. Principles of rational prescribing, drug dose calculation in children and pharmacovigilance should be the focus of undergraduate CPT teaching and should be taught both theoretically and practically. Medical students and interns should be periodically assessed on prescribing knowledge and skills during their training as a means of minimizing prescribing study assessed the effect of an educational intervention interactive group discussion on the prescribing behaviour of 51 general physicians from the north-west of Tabriz. Prescriptions were analysed pre-intervention and post-intervention control and intervention groups using a proforma with 8 indicators of correct prescribing. The mean number of drugs per prescription pre-intervention was The percentage of prescriptions with antibiotics, corticosteroids and injections were and respectively. Following the intervention there were slight but not significant changes in the indicators in both intervention and control groups compared with pre-intervention is growing concern about the quality and safety of prescribing in the UK. Added to the increasing prevalence of antimicrobial resistance, this makes a persuasive case for improving education about antimicrobials within a broader programme of education about prescribing. Moreover, the need for education is not confined to the professionals who prescribe antimicrobials, it extends to all the professionals who are involved in the patient's journey from presentation to outcome. The work of the Specialist Advisory Committee on Antimicrobial Resistance Professional Education Committee has focused on two areas. First, we have worked with professional societies on regional workshops that translate evidence into improvement in practice. Second, we have explored mechanisms for interdisciplinary collaboration on education between the professions involved in the management of infection. Our recommendation is that this work needs to be continued through an initiative that will ensure UK collaboration on defining learning outcomes for prudent antimicrobial use for all health drug reactions ADRs are a frequent cause of mortality and morbidity to patients worldwide, with great associated costs to the healthcare providers including the NHS in England. We examined trends in hospital admissions associated with adverse drug reaction in English hospitals and the accuracy of national reporting. Data from the Hospital Episode Statistics database collected by the Department of Health was obtained and analysed for all English hospital episodes 1998-2005 using ICD-10 codes with a primary codes including the words 'drug-induced' or 'due to' or secondary diagnosis of ADR Y40-59. More detailed analysis was performed for the year 2004-2005 Between 1998 and 2005 there were 447 071 ADRs representing of total hospital episodes and over this period the number of ADRs increased by 45%. All ADRs with an external code increased over this period. In 2005 the total number of episodes all age groups was 13,706,765 of which 76,692 were drug related. Systemic agents, which include anti-neoplastic drugs, were the most implicated class followed by analgesics and cardiovascular drugs There has been a 6 fold increase in nephropathy secondary to drugs and a 65% decline in drug induced extra-pyramidal side effects. 59% of cases involving adverse drug reactions involved patients above 60 years of age. ADRs have major public health and economic implications. Our data suggest that national Hospital Episode Statistics in England have recognised limitations and that consequently, admissions associated with adverse drug reactions continue to be under-recorded. External causes of ADR have increased at a greater rate than the increase in total hospital admissions. Improved and more detailed reporting combined with educational interventions to improve the recording of ADRs are needed to accurately monitor the morbidity caused by ADRs and to meaningfully evaluate national initiatives to reduce adverse drug Medication errors are common in general practice and in hospitals. Both errors in the act of writing prescription errors and prescribing faults due to erroneous medical decisions can result in harm to patients. 2. Any step in the prescribing process can generate errors. Slips, lapses, or mistakes are sources of errors, as in unintended omissions in the transcription of drugs. Faults in dose selection, omitted transcription, and poor handwriting are common. 3. Inadequate knowledge or competence and incomplete information about clinical characteristics and previous treatment of individual patients can result in prescribing faults, including the use of potentially inappropriate medications. 4. An unsafe working environment, complex or undefined procedures, and inadequate communication among health-care personnel, particularly between doctors and nurses, have been identified as important underlying factors that contribute to prescription errors and prescribing faults. 5. Active interventions aimed at reducing prescription errors and prescribing faults are strongly recommended. These should be focused on the education and training of prescribers and the use of on-line aids. The complexity of the prescribing procedure should be reduced by introducing automated systems or uniform prescribing charts, in order to avoid transcription and omission errors. Feedback control systems and immediate review of prescriptions, which can be performed with the assistance of a hospital pharmacist, are also helpful. Audits should be performed errors affect patient safety throughout hospital practice. Previous reviews of studies have often targeted specific populations or settings, or did not adopt a systematic approach to reviewing the literature. Therefore, we set out to systematically review the prevalence, incidence and nature of prescribing errors in hospital inpatients. MEDLINE, EMBASE, CINAHL and International Pharmaceutical Abstracts all from 1985 to October 2007 were searched for studies of prescriptions for adult or child hospital inpatients giving enough data to calculate an error rate. Electronic prescriptions and errors for single diseases, routes of administration or types of prescribing error were excluded, as were non-English language publications. Median error rate interquartile range IQR was 7 214 of medication orders, 52 8227 errors per 100 admissions and 24 6212 errors per 1000 patient days. Most studies 84 were conducted in single hospitals and originated from the US or UK 72. Most errors were intercepted and reported before they caused harm, although two studies reported adverse drug events. Errors were most common with antimicrobials and more common in adults median 18 of orders ten studies, IQR 725 than children median 4 six studies, IQR 217. Incorrect dosage was the most common it is clear that prescribing errors are a common occurrence, affecting 7 of medication orders, 2 of patient days and 50 of hospital admissions. However, the reported rates of prescribing errors varied greatly and this could be partly explained by variations in the definition of a prescribing error, the methods used to collect error data and the setting of the study. Furthermore, a lack of standardization between severity scales prevented any comparison of error severity across studies. Future research should address the wide disparity of data-collection methods and definitions that bedevils comparison of error rates or meta-analysis of different studies. Sallie-Anne PearsonI E RolfeTony SmithTo examine the self-reported influences on intern prescribing practice. Qualitative interviews with a cross-sectional cohort. Ten interns practising in two urban teaching hospitals in New South Wales, Australia. The interns identified a number of factors that improve their confidence and perceived competence and allow them to extend their existing skills. These were approachable, available and up-to-date teachers most often registrars and subspecialty nurses and pharmacists; timely, relevant and practical teaching such as interactive bedside teaching; concise and widely accepted resources such as prescribing pocket guides; and a constructive manner on the part of senior staff for dealing with prescribing errors. Interns also identified influences that are detrimental to confidence, conflict with their perceptions of appropriate prescribing and inhibit learning and skills acquisition. These were unapproachable, physically and mentally remote teachers most often consultants; theoretical, inconsistent and irrelevant teaching such as grand rounds or didactic education sessions; inconsistent and inaccessible resources; and a confrontational and accusatory way of dealing with prescribing errors. The added pressures of time, hospital hierarchies and the indirect influence of drug company promotion also impeded acquisition of good prescribing habits. At a critical time in skills development, interns encounter many forces that can potentially impact on prescribing practices in both positive and negative ways. Our data contribute to the understanding of the multifaceted learning environment of interns and may be useful in providing a foundation for prescriber education programmes tailored to the specific needs of junior doctors. Tulisan dokter di kertas resep identik dengan susunan huruf sulit dibaca dan hanya bisa dibaca oleh apoteker atau tenaga medis lain. Padahal, cara membaca resep dokter sebetulnya bisa Anda pelajari, lho. Bagaimana caranya? Dalam resep, dokter biasanya menuliskan nama obat yang harus Anda bawa pulang beserta dosis dan cara pemakaiannya secara spesifik. Tak hanya itu, dokter juga akan menulis banyaknya obat yang diresepkan. Bahkan kadang kala, obat tersebut bisa ditebus kembali jika keluhan Anda masih berlanjut. Resep dokter antara lain memuat informasi tentang dosis obat. Orang awam biasanya bingung bukan hanya karena tulisan dokter yang tidak terbaca, tapi juga adanya singkatan dalam bahasa Latin. Penggunaan bahasa Latin ini memang ditujukan agar informasi resep lebih singkat, padat, dan tidak sembarangan diubah oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan pedoman Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI, resep obat harus memuat informasi mengenai pasien, pengobatan yang diberikan, serta nama dokter yang menuliskan resep. Biasanya, Anda bisa melihat informasi mengenai nama obat, bentuk sediaan, cara dan aturan penggunaannya, serta jumlah satuan pada resep obat. Ketika melihat resep dokter, Anda juga mungkin akan menemukan beberapa singkatan atau simbol dengan arti tersendiri. Berikut ini beberapa singkatan dalam resep dokter yang digolongkan ke dalam beberapa kategori 1. Frekuensi penggunaan obat ad lib tidak terbatas, sesuai kebutuhanbid 2 kali sehariprn jika dibutuhkan sajaq setiapq3h setiap 3 jamq4h setiap 4 jamqd setiap hariqid 4 kali seharitid 3 kali sehari 2. Waktu penggunaan obat ac sebelum makanhs saat tidurint di antara waktu makanpc setelah makan 3. Sediaan atau bentuk obat cap kapsulgtt tetestab tablet 4. Dosis i, ii, iii, atau iiii dosis 1, 2, 3, 4mg milligrammL milliliterss satu setengahtbsp sendok makan 15 mLtsp sendok teh 5 mL 5. Cara atau lokasi penggunaan obat ad telinga kananal telinga kiric atau o denganod mata kananos mata kiriou kedua matapo diminums atau Ăž tanpasl sublingual diletakkan di bawah lidahtop dioleskan Cara membaca resep memang tidak semudah kelihatannya. Lagipula, masih ada banyak jenis simbol maupun singkatan lain yang digunakan oleh dokter maupun apoteker. Meskipun demikian, jangan khawatir. Sebab, Anda sebagai pasien berhak menanyakan kepada dokter atau apoteker tentang obat yang harus digunakan, baik dari segi jenis, dosis, maupun efek sampingnya. Anda pun bisa meminta alternatif jenis obat bila diperlukan. Baca JugaMethylprednisolone, Obat Antiradang Andalan Banyak OrangMenyimak Efektivitas Penisilin Sebagai Antibiotik untuk SipilisAmoxicillin untuk Ibu Menyusui, Apakah Ada Efek Sampingnya? Manfaat mengetahui cara membaca resep dokter Mengetahui cara membaca resep dokter bukan sekadar memuaskan rasa ingin tahu. Lebih dari itu, kemampuan ini juga mendatangkan beberapa manfaat untuk pasien, seperti Membantu memahami alasan dokter meresepkan obat tertentu Memantau pengobatan yang sedang dijalani Mendapatkan informasi lebih mengenai obat yang diresepkan, sehingga bisa lebih yakin dengan pengobatan yang sedang dijalani Meningkatkan kedisiplinan dalam menjalani pengobatan Memastikan keaslian obat yang diresepkan dokter double check Mengetahui cara membaca resep dokter juga memungkinkan Anda mendiskusikan dengan dokter atau apoteker tentang obat lain yang juga sedang dikonsumsi. Dampak buruk dari konsumsi obat mungkin terjadi jika Anda mengonsumsi lebih dari 4 jenis obat sekaligus bersamaan, apalagi tanpa sepengetahuan dokter. Tips aman mengonsumsi obat resep dokter Konsumsilah obat sesuai dosis anjuran dokter. Mengetahui cara membaca resep dokter saja tidak cukup menjamin kesembuhan Anda. Oleh karena itu, pastikan Anda juga memahami prinsip pemakaian obat dari dokter, seperti Menggunakan obat sesuai dengan anjuran dokter. Jika Anda diminta minum obat 4 kali sehari masing-masing 1 tablet, jangan mengubahnya dengan minum 2 tablet 2 kali sehari. Tidak mengonsumsi obat melebihi dosis. Mengonsumsinya secara berlebihan tidak membuat cepat sembuh, malah bisa mengakibatkan overdosis dan memperparah kondisi Anda. Mengikuti anjuran dokter atau apoteker, terutama soal penggunaan obat sebelum atau setelah makan. Tidak mengonsumsi obat resep orang lain, sekalipun dengan diagnosis yang sama. Berkonsultasi dahulu dengan dokter jika ingin mengombinasikan obat dokter dengan obat lain termasuk herbal Menghabiskan obat antibiotik sesuai anjuran dokter atau apoteker, sekalipun Anda sudah merasa juga obat yang Anda minum belum kedaluwarsa. Komunikasikan dengan dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau kemungkinan hamil. Sebab, beberapa obat mungkin dapat mengakibatkan efek buruk pada janin atau bayi.

cara penulisan resep obat yang benar